Jumat, 14 Juni 2013

Some Randoms; Books, Movies with rainy day

Galau itu akan selalu terasa keren banget kalo denger lagu galau macem soundtracknya You're Beautiful yang judulnya Without Words. *oke, ini drama korea!.
liriknya sudah sangat galau, dan bagaimana kalau guwe tambah hujan deres, gapake petir deh, cukup udara yang suhunya menurun beberapa setrip. kemudian kita terduduk di jendela yang viewnya ke jalan raya. kenapa ke jalan raya? soalnya kalo ngadep kebon pasti banyak nyamuk. ntar efek galaunya terhadang serangan nyamuk-nyamuk imut ituh.

kenapa guwe bahas galau? karena guwe lagi denger lagu galau.
Ha!! simpel.

ya gini deh, guwe memang mudah sekali terbawa suasana. Guwe baca buku Tetralogi Laskar Pelangi, maka semangat guwe menggebu-gebu, guwe baca Novelnya Dan Brown, maka seharian guwe bakal ngulik teori konspirasi, Freemason, Ksatria Templar, Biarawan Sion, Illuminati, dan segala macemnya. Oke! bahkan gara-gara sifat guwe yang begini guwe pernah dengan cerobohnya beli sebiji buku yang ga guwe baca bagian belakangnya, hanya karena covernya itu setipikal sama Novel The Da Vinci Code. dan saat itu guwe sepertinya belum mampu menghilangkan efek halusinasi dari buku itu, karena tanpa guwe cek isi itu buku, guwe dengan pedenya langsung ngambil itu buku sama seeksemplar buku latihan UN SMA. Yeeaahh.
Keren.

seabis itu guwe nyesel. lebih banyak ke ngebegoin diri sendiri kali yahh? karena itu buku bukanlah novel fiksi dan sejenisnya. itu adalah buku serius. guwe ulangi; S-E-R-I-U-S.!!
sumpah.

buku dengan judul The Templar Revelation itu udah kaya diktat sejarah, atau buku besar mengenai Biarawan Sion dan link-linknya, juga macam kisah kain kafan turi, lukisan-lukisannya Da Vinci yang banyak menyimpan rahasia, dan lainnya yang belum guwe tahu karena sampe saat ini guwe belum pernah nyelesein sekalipun itu buku. Pelik!.

inilah tampang buku keren ituh :

Minggu, 09 Juni 2013

Sebuah percakapan kecil menjelang nonton pilem di laptop.A self defense

seorang kawan, dalam sebuah pembicaraan ngambang di kamar saya tiba-tiba nyeletuk setelah sebelumnya ada kalimat pancingan entah apa. katanya 
"Tuhh... kamu sihh... hati dibuka buat siapa aja... Kasian kan anak orang". 
Dan saya terperangah. 
" WTF?"

then she added ;
 "Atau jangan-jangan sebenarnya selama ini kamu bahkan ga pernah buka hati kamu buat siaapun?".
dan saya hanya bisa berdiam.

bukan pembicaraan penting, bukan diskusi publik, bukan seminar nasional, dan tak ada pembicara dari kalangan profesor. kami hanya berbincang, namun ternyata banyak perkara kecil yang tak saya sadari.
Oh, ternyata hal macam begini inih harusnya dihadapi begini, oh, ternyata saya harus kaya gini kalo begini. oh ternyata saya tak boleh mengulurkan tali sama orang yang tenggelam di sumur kalo saya ga niat ngangkat dia ke permukaan. karena itu menyakitkan.

Tapi akhirnya she said something yang membuat saya berpikir lebih jauh lagi.
"It's probably because you hiding something on your heart?".

saya tertawa.
"Semacam self defense gitu?"

dan dia menjitak kepala saya.

Selasa, 04 Juni 2013

Shocking Effect dan cerita di balik itu semua

beberapa waktu lalu, saya menulis sebuah artikel di Kompasiana mengenai menanam pohon. dan entah mengapa, memang tulisan saya itu sepertinya agak mengganggu beberapa pihak, kemudian menuai protes dalam komentarnya. hahaha, agak nyesek juga sih, bukan karena saya tak suka kritik, saya membutuhkannya. hanya saja agak shocking, entah karena apa, mungkin rasa seperti dibilangin begini sama beliau :
"Sok tau banget deh elu!, udah sana mending pergi ke kamar mandi, cuci muka, sikat gigi, trus tidur ".
apalagi saya termasuk penulis baru yang absurd, yang menulis seringkali ala kadarnya, dan tanpa riset-risetan, hanya mengandalkan perkiraan dan sedikit perhatian. dan jujur saya tak tahu harus berbicara apa. saya memang tak begitu pandai menjawab :( 
maka ketimbang saya menjawab balik komentarnya, dan kemudian saya menjadi ngawur, tulisan saya semakin tak mengenakkan untuk dibaca, saya putuskan untuk membuat tulisan tambahan. bukan untuk menjadi pembenaran sih, hanya berupaya mengatakan bahwa kita pasti bisa kalau kita percaya!!! #Eaaaa...
so, here my words for them :

# Kepingin pulang

". . . Mungkin kali ini pulang sudah harus bermakna besar. Bukan lagi berarti seorang anak yang tengah mondok di suatu pesantren, kemudian merengek ingin pulang karena rindu sang nenek".

Senin, 03 Juni 2013

#Anonim

Sudah lama sekali rasanya. Tak melihatmu tersenyum seperti itu.

Ia balik menatapku, matanya yang tajam seperti biasanya menyelidik, jauh ke dalam hatiku, dan seperti biasanya pula aku hanya mampu tergagap menghindari tatapannya yang sering membuatku berdebar, dan sialnya dia hanya tergelak melihatku salah tingkah diperhatikan olehnya.

Belum lama ini kami bertemu, setelah sekian lama menanti ajakan darinya, akhirnya karena tak tahan bersabar, kemudian dengan memotong seluruh urat maluku, aku mengajaknya ‘jalan bareng’ ‘main’, atau apalah istilahnya. Aku tak begitu mengerti.

Saat itu rasanya tak karuan, beberapa detik setelah di layar handphoneku tertera ‘message sent’

Aku berguling di tempat tidur, memejamkan mata, berusaha berpikir tenang. Masih tak bisa aku mencoba menungging masih memejamkan mata, aku membayangkan seluruh hal yang kemungkinan dapat membuatku tenang, seperti tidur dengan nenek, disuapi ibu, atau digendong ayah. Masih juga tak membuatku tenang dan berhenti berdebar. Rasanya ingin kumarahi pemilik nama Raka ini. Agar dia tak mengganggu hatiku, dan keseringan muncul di pikiranku. Padahal aku sudah memilih untuk tidak galau, tapi tetap saja gara-gara memikirkannya, wajahku yang sedianya selalu nampak mulus ini mendadak disambangi banyak jerawat. Di dahi, bibir, pipi, pelipis, dagu, bahkan di antara bulu alis muncul si nona merah.

Entah kenapa dia sangat mengganggu hariku. Hariku yang sebelumnya terasa indah, ada komik cantik, ada crows, ada black butler, defense devil, GTO, dan ada film-film keren yang menemani hariku yang simpel dan sweet. Lalu dia dengan pongahnya muncul mengacaukan segalanya. Makalahku, proposal penelitianku, ujianku, kuliahku, hingga tidurku pun dirusaknya. Dia muncul dimana-mana, tertawa, nyengir, cemberut, dan sengak. Terkadang dengan berbagai pose pula. Tiduran, telungkup, tegak, posisi kuda-kuda, jongkok, hingga kayang. _yang terakhir itu khayalanku saja_.

Tak habis pikir aku menghadapinya. Memang siapa sih dia?

Berani-beraninya datang ke dalam hidupku? Tak ada yang mengundangnya, dan bahkan aku pun sedang tak minat untuk mengurusi anak orang. Lantas kini aku harus --- tanpa disadari, tanpa memaksakan diri--- rela memperhatikannya. Apakah dia sudah makan? Apakah hari ini dia kuliah siang, pagi, atau sore? Kehujanankah dia? Apakah hamsternya sudah sehat? Lalu memeriksa akun miliknya di dunia maya. Status-statusnya, fotonya, bahkan teman barunya.

Ya tuhannn... Mendadak saja hidupku menjadi menyebalkan dan melelahkan.

Hapeku berdering!!

Aku memekik dari balik bantal. Memungut handphone, dan deg-degan mnyelimutiku. Tanganku sudah berkeringat dingin semenjak tadi membuka pesan, darinya tentu saja.

‘Iya kaka... ketemu dimana?’

Aku ingin membalas dengan kalimat ‘ di hatimu’. Seperti yang biasa aku lakukan padanya, tapi untuk kali ini saja aku akan memberanikan diri untuk bersikap serius padanya. Aku ingin dia tahu kalau ada saat dimana kami ada di harus berbicara sebenarnya, bukan saling melempar ledekan dan gombalan ala Andre OVJ, dia harus tahu bagaimana perasaanku, dan lebih lagi, dia harus mengerti, tak mudah menjadi aku, oleh karena itu, entah ini benar atau salah, baik atau buruk, dia harus tahu kalau sikapnya selama ini kurang kooperatif denganku, karena ia hanya membuat hatiku makin galau dan merana dengan sikapnya yang super jumawa.
Pelan aku mengetik balasan untuknya “ aku ciyuss nih, besok sore di taman kota yah?”.

Aku menatap berulang kali pesan yang telah kuketik. Demi tuhan aku tak tahu kenapa aku harus memilih taman kota untuk bertemu dengannya, tapi sebelumnya aku belum pernah mengalami hal yang bernama kencan atau jalan berdua dengan lelaki, seperti yang biasa dialami perempuan-perempuan lainnya, jadi aku tak tahu harus memgajaknya kemana, dan untuk bertanya pada temanku disaat seperti ini adalah pilihan yang kurang tepat karena sebelum memberi saran, yang akan pertama kali mereka lakukan adalah bersorak dan heboh satu alam raya. Dan aku sedang malas menjadi badut untuk disoraki. Aku ingin serius untuk yang satu ini.

Lama menimbang, akhirnya aku memilih memijit tombol berwarna hijau. Tak lama tertera di layar, notification “message sent”.

Aku tengkurap di tempat tidur, tak mampu membayangkan apa yang ada di pikirannya sekarang saat dia membaca pesanku, dan apa yang harus kulakukkan jika dia menerima ataupun menolak ajakanku. Pesan darinya belum masuk, tapi pikiranku sudah melayang jauh entah kemana.

Ya, memang hanya dia saja yang bisa membuatku kelimpungan sampai seperti ini. Aku seperti orang keracunan makan tape yang sudah terlalu lama difermentasi, sehingga muncul rasa alkohol, dan aku makan satu ember, benar-benar bodoh!!!.

Minggu, 02 Juni 2013

# Kisah Hujan; dan Kau tentunya

Hey, sudahkah kau baca pesanku untukmu pagi ini?

Kubilang jangan lupa pakai jaket.

Terlalu singkatkah? Harusnya kau tahu, dibalik kalimat itu banyak yang kusampaikan padamu, kubilang kau harus jaga kesehatan, karena pagi ini cuaca teramat dingin, dan aku tahu kau akan mudah terserang alergi di cuaca macam ini. Kukatakan pula kau akan manis kalau mengenakannya, karena kali pertama kita bertemu aku menemukanmu dengan jaket abu-abu dan topi hijau itu. Di hari berhujan, saat aku terguyur hujan, dan kau menyodorkan payung jingga itu di atas kepalaku.

Tahukah kau, selama ini kukira tak ada yang peduli padaku, kupikir bahkan jika aku berteriak kesakitan pun tukang becak akan tetap mengayuh pedalnya perlahan, dan gerobak siomay akan melaju begitu saja melewatiku. Jadi, ketika aku basah kuyup, sampai sepatuku penuh dengan air dan aku sudah kesulitan membuka mata karena hujan deras yang mengguyur bumi ini, kukira manusia di sekitarku akan tetap seperti sedia kala, berlalu lalang dengan kendaraannya, bermantel, berjaket, berhelm, kaca mobil tertutup rapat, ibu-ibu yang lewat sambil membawa payung besar menggandeng anaknya yang baru pulang TK melintas tanpa menengok padaku, bahkan seekor anjing Siberian Husky di depan sebuah rumah megah dengan rantai di leher hanya menatapku malas.

Kukira laju kakiku akan sama, aku melangkah dengan tergesa, kemudian yang selanjutnya terjadi akan seperti biasanya, aku mencapai kamar kosku dan mengguyur seluruh tubuhku. Seluruh tentu saja, termasuk sepatu kedsku, jaket parasut biruku, dan jeans belel yang lututnya kini sudah menunjukkan pertanda akan segera robek.

Tapi kau disana, menemukanku, menjajari langkahku, dan menghentikan gerakku seketika.

Siapa kamu?.

Aku tengadah berusaha menatap wajahmu, karena tinggimu yang menjulang menyulitkanku untuk dapat dengan mudah menatapmu. Dengan pencahayaan yang buruk, kulihat sepasang alis tebal milikmu, kemudian kedua matamu.

Oh tuhan.

Tolong sadarkan aku sekarang, apa yang terjadi pada mata itu? Sorotnya begitu lembut dan hangat, seakan mampu membuatku mencair seketika jika terlalu lama berdekatan dengannya, namun pada saat bersamaan membuatku terkesan, tentu saja, bahkan membuat debar jantungku tak beraturan. Lututku ikut berkonspirasi dan kini terasa lemas. Ada sesuatu yang baru menyeruak, rasanya seperti hangat dan perutku terasa geli sekaligus mulas.

Kita tak terlibat pembicaraan ; yang singkat, padat, panjang, ataupun bertele-tele. Kau hanya mengiringi langkahku sambil tetap menjaga posisi kita brdua beriringan sehingga memungkinkanku tak kehujanan lagi. Menyamakan langkah tungkai kakimu yang panjang dan langsing dengan tubuhku yang kecil dan pendek-pendek.

Namun di depan pintu kosku, sesaat sebelum kau pergi,--- kukira kau akan pergi begitu saja ---. Kau membisikkan sebuah kata ; penanda, identitas makhluk di hampir seluruh dunia ini. Namamu.

“Maria...”.

Sabtu, 01 Juni 2013

# Aku Hanya Merindukanmu.


Seringkali muncul dalam lamunan, kadang aku terheran, sedang apa kau disana? Bukankah kita sudah lama tak berkisah bersama?.
Sekali-kali, namamu berkedip-kedip di benakku, sedikit menggoda, meminta perhatian. “Lihatlah aku...” begitu katamu.
Tanpa kusadari, seringkali aku menuliskan namamu, dimana saja; buku tulis, kursi kelas, dinding kamarku, dan beberapa tempat acak lainnya. Tentu saja kau tak tahu bagaimana konyolnya aku saat itu. Mungkin saja kau berpikir aku tak sepeduli itu padamu, atau bahkan bisa saja kau berpikir aku sudah tak peduli padamu.
Katamu mungkin, ada apa dengan diriku?. 
Tak ingin kuceritakan betapa aku mencintaimu, atau aku menginginkanmu. Karena tak seperti itu yang sebenarnya. Tak bisa kukatakan seperti itu bukan karena aku mengingkarinya, hanya belum kumengerti inginku yang sebenarnya. Dan aku mengakui satu hal terpayah dalam diriku; aku tak berani mencintai.
Satu hal yang lebih kucemaskan adalah, tak semasapun aku pernah merelakan hatiku dimiliki oleh orang lain. Hatiku selalu milikku, siang atau malam, panas- dingin, hujan badai, bahkan saat aku sudah merasa mulai terkesan pada seseorang; termasuk kamu  di dalamnya tentu saja. Aku masih belum mampu merelakan hatiku untuk terjatuh.
Jadi untuk hari ini, kukatakan padamu; aku hanya merindukanmu. 
Entah dalam bentuk apa. Karena tak ada alasan lain yang bisa kukatakan padamu.