Sudah
lama sekali rasanya. Tak melihatmu tersenyum seperti itu.
Ia
balik menatapku, matanya yang tajam seperti biasanya menyelidik, jauh ke dalam
hatiku, dan seperti biasanya pula aku hanya mampu tergagap menghindari
tatapannya yang sering membuatku berdebar, dan sialnya dia hanya tergelak
melihatku salah tingkah diperhatikan olehnya.
Belum lama ini kami bertemu, setelah sekian lama menanti ajakan darinya, akhirnya karena tak tahan bersabar, kemudian dengan memotong seluruh urat maluku, aku mengajaknya ‘jalan bareng’ ‘main’, atau apalah istilahnya. Aku tak begitu mengerti.
Saat itu rasanya tak karuan, beberapa detik setelah di layar handphoneku tertera ‘message sent’
Aku berguling di tempat tidur, memejamkan mata, berusaha berpikir tenang. Masih tak bisa aku mencoba menungging masih memejamkan mata, aku membayangkan seluruh hal yang kemungkinan dapat membuatku tenang, seperti tidur dengan nenek, disuapi ibu, atau digendong ayah. Masih juga tak membuatku tenang dan berhenti berdebar. Rasanya ingin kumarahi pemilik nama Raka ini. Agar dia tak mengganggu hatiku, dan keseringan muncul di pikiranku. Padahal aku sudah memilih untuk tidak galau, tapi tetap saja gara-gara memikirkannya, wajahku yang sedianya selalu nampak mulus ini mendadak disambangi banyak jerawat. Di dahi, bibir, pipi, pelipis, dagu, bahkan di antara bulu alis muncul si nona merah.
Entah kenapa dia sangat mengganggu hariku. Hariku yang sebelumnya terasa indah, ada komik cantik, ada crows, ada black butler, defense devil, GTO, dan ada film-film keren yang menemani hariku yang simpel dan sweet. Lalu dia dengan pongahnya muncul mengacaukan segalanya. Makalahku, proposal penelitianku, ujianku, kuliahku, hingga tidurku pun dirusaknya. Dia muncul dimana-mana, tertawa, nyengir, cemberut, dan sengak. Terkadang dengan berbagai pose pula. Tiduran, telungkup, tegak, posisi kuda-kuda, jongkok, hingga kayang. _yang terakhir itu khayalanku saja_.
Tak habis pikir aku menghadapinya. Memang siapa sih dia?
Berani-beraninya datang ke dalam hidupku? Tak ada yang mengundangnya, dan bahkan aku pun sedang tak minat untuk mengurusi anak orang. Lantas kini aku harus --- tanpa disadari, tanpa memaksakan diri--- rela memperhatikannya. Apakah dia sudah makan? Apakah hari ini dia kuliah siang, pagi, atau sore? Kehujanankah dia? Apakah hamsternya sudah sehat? Lalu memeriksa akun miliknya di dunia maya. Status-statusnya, fotonya, bahkan teman barunya.
Ya tuhannn... Mendadak saja hidupku menjadi menyebalkan dan melelahkan.
Hapeku berdering!!
Aku memekik dari balik bantal. Memungut handphone, dan deg-degan mnyelimutiku. Tanganku sudah berkeringat dingin semenjak tadi membuka pesan, darinya tentu saja.
‘Iya kaka... ketemu dimana?’
Aku ingin membalas dengan kalimat ‘ di hatimu’. Seperti yang biasa aku lakukan padanya, tapi untuk kali ini saja aku akan memberanikan diri untuk bersikap serius padanya. Aku ingin dia tahu kalau ada saat dimana kami ada di harus berbicara sebenarnya, bukan saling melempar ledekan dan gombalan ala Andre OVJ, dia harus tahu bagaimana perasaanku, dan lebih lagi, dia harus mengerti, tak mudah menjadi aku, oleh karena itu, entah ini benar atau salah, baik atau buruk, dia harus tahu kalau sikapnya selama ini kurang kooperatif denganku, karena ia hanya membuat hatiku makin galau dan merana dengan sikapnya yang super jumawa.
Pelan
aku mengetik balasan untuknya “ aku ciyuss nih, besok sore di taman kota yah?”.
Aku menatap berulang kali pesan yang telah kuketik. Demi tuhan aku tak tahu kenapa aku harus memilih taman kota untuk bertemu dengannya, tapi sebelumnya aku belum pernah mengalami hal yang bernama kencan atau jalan berdua dengan lelaki, seperti yang biasa dialami perempuan-perempuan lainnya, jadi aku tak tahu harus memgajaknya kemana, dan untuk bertanya pada temanku disaat seperti ini adalah pilihan yang kurang tepat karena sebelum memberi saran, yang akan pertama kali mereka lakukan adalah bersorak dan heboh satu alam raya. Dan aku sedang malas menjadi badut untuk disoraki. Aku ingin serius untuk yang satu ini.
Lama menimbang, akhirnya aku memilih memijit tombol berwarna hijau. Tak lama tertera di layar, notification “message sent”.
Aku tengkurap di tempat tidur, tak mampu membayangkan apa yang ada di pikirannya sekarang saat dia membaca pesanku, dan apa yang harus kulakukkan jika dia menerima ataupun menolak ajakanku. Pesan darinya belum masuk, tapi pikiranku sudah melayang jauh entah kemana.
Ya,
memang hanya dia saja yang bisa membuatku kelimpungan sampai seperti ini. Aku
seperti orang keracunan makan tape yang sudah terlalu lama difermentasi,
sehingga muncul rasa alkohol, dan aku makan satu ember, benar-benar bodoh!!!.
ini kali ya yang bikin tersindir? hehe *sotoy*
BalasHapussemoga selalu dijaga hatinya sama Allah :)
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusbisa dibilang begitu kali ya teh? hhehehe
BalasHapusAmiiinn... makasih tehh... :)