Anybody here got
bullied during their school or in life society? Atau ada yang menjadi
tersangkanya? Atau ada yang tadinya korban dan merasa harus membalaskan
kemarahannya kepada orang lain?.
I dunno siapa itu,
but i am. I am the first one, not the second or even the third option. Bagaimana rasanya
jadi korban? Trust me, itu nggak pernah sekalipun menyenangkan. Hari-harimu
seperti selalu diliputi kegelapan, sesak dan nyeri di dada, kemudian bingung
harus berlari kemana. Tapi yang terpenting adalah rasa sepi yang menyakitkan,
seperti mata kail yang disangkutkan di bagian dalam tubuhmu. Karena buat gua
itu adalah kepastian ; orang yang mengalami bullying sejatinya adalah orang
yang kesepian.
Dulu gua sering
pingin mutusin leher orang-orang bully gua, sering pengen gamparin muka mereka,
atau doain hal jelek buat mereka kaya “Semoga orang yang mereka sayangin
ngerasain juga apa yang gua rasain selama ini”.
Gua pernah
dipukulin temen laki gua pas SD tanpa alasan, sampe kepala gua dibenturin ke
tembok juga pernah. Dipalak? Jangan tanya lah ya, itu sih sarapan gua tiap
hari, sampe suatu hari pas jamanan gua TK gua nggak mau ngasih uang jajan gua
sama Si Roni dkk, akhirnya gua dijorokin ke jalan, dalam posisi jalanan baru
aja diaspal dan otomatis baju seragam gua kena aspal item-item. Orang rumah
nggak tahu gua sering di-bully.
And FYI lagi, bahwa
anak yang di rumah diam seakan nggak ada apa-apa itu tidak berarti dia
baik-baik saja dan tidak punya masalah sama sekali. Setiap orang akan selalu
punya masalah dalam hidupnya, bahkan anak sekecil apapun. Masalahnya adalah
apakah dia berbagi kesulitan itu dengan orang lain atau tidak.
Saat itu emak gua
yang ‘ngeh’ liat seragam gua berlulur aspal dan nanya sama gua, akhinya gua
bilang sama emak, gua dipalakin sama kakak kelas gua. Babeh yang denger
langsung naek pitam. Dia aslinya kan super esmosian. Begitu tau anaknya
digituin sama mereka, besoknya pagi-pagi, babeh gua menghadang anak-anak itu di
jalan yang biasa dilewatin sama mereka –sambil bawa golok- dan ngomel-ngomel.
That was horrible. Yeah, babeh gua memang cukup menakutkan, dan pasti buat
teman-teman sekelas gua dan kakak kelas gua beliau sangat menakutkan sekali,
karena sejak saat itu nggk pernah ada satupun teman laki-laki gua yang maen ke
rumah, bahkan saat gua ngadain acara ulang tahun pun yang muncul Cuma anak
cewek dan beberapa gelintir anak lelaki yang notabene adalah tetangga.
Karena bullying
yang hampir tiada hentinya di tiap tingkat sekolah gua. Gua sering depresi
sendiri, dan suka tertekan kalo ketemu dunia baru dan suasana baru, gua sering
takut kalo-kalo ada orang yang bakal nyerempet-nyerempet kesana lagi. Setiap
kali masuk sekolah baru, ataupun naik kelas dan ketemu temen berbeda dengan
temen sekelas sebelumnya, gua akan setres dan cemas memikirkan masa depan gua
di kelas nantinya. Apakah akan ada orang sejenis kakak kelas gua pas TK, apa
orang kaya temen sekelas gua pas SD, ataukah seperti temen SMP gua?.
But then gua
manusia yang terus belajar bagaimana agar gua bisa bertahan dan nggak jadi
korban lagi. I’ve changed. Gak totally changed by myself lah, gua membaca
lingkungan, menemukan kawan baru, dan karakter teman yang baru, mendapatkan
fakta kalau teman gua ternyata memiliki karakter macam begini. She is
talkative, cheerful, and a positive though person, also she is innocent, and when i am with her, i feel so free and
comfort to be like that. Feels like i’ve found my own self. I could laught, and
act as i am. And i was blessed to get a bestfriend like her.
Buat orang yang
liat gua sekarang nggak bakal percaya kalo gua ini dulu adalah manusia pendiem
yang nggak suka ngomong dan lebih banyak nyorat-nyoret buku sama tidur. But
that was me it that time.
Saat makin gede gua
berpikir kalo gua pengen berubah menjadi lebih menyenangkan dan nggak mau
memberikan orang lain peluang untuk menyerang gua.
When i decided to
change, Gua nggak sekaligus jadi manusia yang berubah seratus persen. Tetap
saja ada trauma dan ketakutan yang tersisa dalam diri gua, sekalipun hari ini
gua adalah manusia cengengesan nggak jelas yang suka teriak-teriak dan nggak
tahu malu, tetap saja gua yang sekarang adalah lanjutan dari gua yang dulu.
Tapi gua berusaha
sendiri untuk menjaga diri gua sendiri, hingga saat ini. Perjuangan ini buat
gua belum berakhir, apalagi ketika gua tahu ternyata banyak sekali manusia di
luar sana yang mengalami bullying –dalam bentuk apapun. Gua ngerasa kalo ada
yang salah, entah di bagian mana disini yang bikin penyakit bullying ini nggak
sembuh-sembuh dan malah membudaya.
Belakangan, setelah
semua yang gua alamin, gua nonton drama Gokusen yang sempat gua bahas di
postingan yang ini. Di episode ke (..)nya Yankumi menghadapi masalah salah satu
muridnya --- yang baru dia tahu kalo dia punya murid laen di halaman kedua
absensi tapi ga pernah dia sadari --- ternyata di-bully sama kawan sekelasnya terutama
sama Shun Oguri, dan kemudian trauma sehingga menolak untuk datang ke sekolah.
Yankumi terus berusaha
mendekati anak itu, kemudian pada satu waktu akhirnya ia berhasil membujuk anak
itu buat keluar dan mengobrol dengannya.
Anak itu awalnya
nggak terima dong dibilangin segala macem sama orang asing yang nggak tahu dia
dulu menderitanya macem gimana trus tiba-tiba muncul sok akrab dan bilangin
ini-itu, seakan luka-luka itu bakal sembuh begitu saja, for him, Yankumi nggak
tahu rasanya jadi korban bullying itu kaya gimana.
Bu guru Yankumi
Cuma tersenyum, kemudian dalam mode flashback ia bercerita kalau dahulu semasa
dia kecil dia juga merupakan korban bullying. And of course she got hurt, she
cried, and she struggled for it.
Luka korban
bullying itu mendalam dan tak nampak karena ini bukan luka fisik tapi luka
psikis. Memang seringkali menggunakan fisik – bahkan sampai ada yang meninggal
atau luka-luka di sekujur tubuh. Tapi luka psikis yang tak nampak di luar
justru yang menakutkan karena tak banyak orang yang menyadarinya. Dari luar
nampak sehat sejahtera, namun mentalnya sakit.
Betapa
mengerikannya jadi korban bullying, karena untuk mengenang masa sekolah yang
seharusnya menyenangkan menjadi mengerikan dan enggan untuk diingat kembali.
Tapi yang lebih menakutkan dari bullying adalah bagi beberapa korban, jalan
terbaik di mata merekabisa berarti orang lain pun harus merasakan apa yang
pernah dirasakannya sehingga kemudian mereka memutuskan balas dendam,
melampiaskan amarah dan kekecewaan, pertanyaan, kebingungan dan segalanya
kepada orang baru. Menghadirkan korban baru, yang suatu saat berpotensi akan
melakukan hal yang sama seperti pendahulu-pendahulunya.
Tak bisa disalahkan
seluruhnya, karena buat gua sesungguhnya itu adalah bentuk kemarahan dan
kekecewaan mereka terhadap dirinya sendiri, dan hidupnya. Kenapa hidup gua
begini, kenapa gua diginiin, kenapa orang lain enggak?. Kenapa Cuma gua?.
Betapa sulitnya
untuk bangkit dan menjadi manusia yang tegar, penuh maaf, dan menyenangkan setelah
mendapatkan perlakuan tak mengenakkan dari orang-orang di sekitar yang
semestinya menjadi kawan berbagi.
Apa yang
sesungguhnya harus dilakukkan? Gua sendiri pun enggak begitu tahu. Untuk
mencapai hidup seperti ini bagi gua cukup menjadi sebuah prestasi menakjubkan
bahwa ternyata gua bisa seperti ini. Walau sesekali masih saja gua being drop
and got an emotional blackfeeling ketika terseret kembali ke masa dulu. Tapi
setidaknya gua berusaha, gua memperbaiki diri gua, dan keep walking.
Apa yang missed gua
lakukan akhirnya gua temukan di drama Gokusen itu. Fight.
Lawan mereka. Itu
kata sensei Yankumi
Dengan tangan
sendiri.
Tak boleh ada
bantuan dari siapapun, karena tak ada yang akan mampu membantu kita selain diri
sendiri.
Kamu harus punya
keberanian untuk berkata tidak, kamu harus mampu menolak, and againts them.
Kalo perlu beat them << yang ini redaksinya ke gua, hahahah
Lalu apa tugas
orang disekitarnya?.
Membantu
meningkatkan kepercayaannya. Memberikan rasa nyaman dan hangatnya persahabatan.
Karena apa? Sekali lagi kembali pada paragraf gua di atas, bahwa korban
bullying adalah orang-orang yang kesepian.
Tapi, orang yang melakukan Bullying lebih kesepian.
0 komentar:
Posting Komentar
leave your footprint here ;)