Jadi gini aja deh, daripada gua mulai nulis
nggak jelas lagi, dan akhirnya setelah 2 paragraf gua nulis, kemudian bengong
dan menghela nafas sembari berkata “Nulis apa lagi ya?”
Jadi gua simpulkan, hal yang termudah bagi
gua adalah menuliskan apa saja yang telah gua lakukan belakangan ini biar gua
nggak menyesali keadaan dimana gua nggak produktif dan bodoh sekali
menyia-nyiakan kepala dan hati nggak menulis apapun. Jadi gua putuskan gua
kasih list apa saja yang telah terjadi belakangan ini:
1 1.
Welcome back My Lovely Toshiba
Laptop
Toshiba kesayangan gua *dan emang satu-satunya, sudah gua bawa ke pengobatan laptop.*baca
: reparasi*, yang mana kisah sebelumnya gegara gua tinggal 3 bulan di
purwokerto tak tersentuh, kemudian sukses menjadi sarang semut dalam lemari,
berakhir dengan keyboardnya ngambek nggak mau jalan. Gua bawa ini laptop ke
Mall Citraland lante 5, dan berhasil sembuh dengan harga 250.000. hahah.
Senangnya hati ini melihat Toshiba-kun ini kembali sempurna. *Smocchh!!
Jadi cerita
awal mulanya adalah gua janjian ketemuan sama sahabat gua yang sekarang lagi
kuliah di IIQ, yes. IIQ yang ituh, Institut Ilmu Al Qur’an di bilangan Ciputat.
Gua ajak ketemu di Kota Tua biar kita bisa sekalian jalan-jalan, dan mumpung
gua juga belum pernah kesana. Kita akan reunian setelah 4 tahun terpisahkan
jarak Purwokerto-bandung.
Sayangnya
tuhan berkata lain. Malemnya dia tepar, demam karena kecapekan. Sahabat gua
yang satu ini memang mudah kelelahan, anaknya sih super atraktif, sangat bawel dan cerewet, plus berisik, tapi
gitu-gitu dia gampang capek dan akhirnya sakit. Fin. Kita nggak jadi ketemu.
Sedih sih, tapi apa mau dikata?.
Pada
akhirnya gua memutuskan tetep lanjut ke jakarta setelah beberapa jam sebelumnya
nonton Net. TV ada acara Pameran Komik Indonesia di Museum Mandiri, tepat di
seberang Halte Busway Kota. Gua yang notabene Cuma hapal jalan kalo naek busway, akhirnya
jalan dong kesana. Sendiri pulak.
Eniwey, banyak
yang heran kenapa gua jalan nggak ngajak temen, ato mungkin ngajak gebetan
*yang sudah pasti nggak bakal kejadian karena gua bukan tipe wanita pemberani
macam itu. Faktanya, walo banyak orang bilang gua cewe mengerikan dan nggak
feminin, dan nggak peka, dan nggak kecwek-cewekan, aslinya gua ini cewek cemen
yang kalo suka sama orang paling bisanya hanya bisa menatap dari kejauha, ato
kalo istilahnya bang Dika ; Jatuh Cinta Diam Diam, dan seringkali akhirnya
Patah Hatipun Diam-Diam. Jadi inti dari intinya adalah ya gua cemen. Wkwkwk.
So, ngajak
gebetan sudah jelas nggak mungkin gua lakukan, terlebih lagi, berbulan-bulan
gua idup di jakarta, nggak sekalipun gua menemukan lelaki yang gua bisa droll
karenanya, ato bikin gua geer, Cuma karena ada orangnya. Kesimpulan dari
pernyataan di atas; Kehidupan percintaan gua = Flat.
Gua juga
bukan orang tukang ambil inisiatif, kemudian mengajak berkumpul orang satu RT
dan membawa mereka jalan-jalan ikutin gw. Gua lebih suka jalan sendiri, kalo
ada yang mau ikut ya ayok, kalo enggak ya suka-suka situ, that’s not my
problem. Kalo ada yang ngajak? Ya ayok, i can do my best as follower, but i am
a worst leader, and i am originally an individual person. Hahaha.
Jadi,
cukuplah penjelasan di atas untuk menerangkan kenapa gua berakhir dengan jalan
sendiri ke Kota Tua, wilayah yang nggak gua pahami sebelumnya.
Buat nyampe
Kota Tua dari kos gua gampang sekali, gua tinggal jalan kaki sampe Halte Duri
Kepa, truss naik busway Jurusan Lebak Bulus-Harmoni, nyampe Harmoni, gua
transit, dan tinggal tunggu busway Jurusan Blok M-Kota. Naik bisnya, duduk
manis, dan bis akan berakhr di halte Kota, dimana halte itu juga merupakan
halte terakhir yang juga terintegrasi langsung dengan stasiun Kereta Api Kota.
Gua tinggal
jalan turun ngikutin massa yang bergerak menuju ke basement, di bawah sana
massa terbagi 3 : yang berjalan menuju atas, ke Arah Kota Tua, layaknya gua, yang
belok lanjut ke kanan yang berarti ke arah Stasiun Kereta, atau kelompok
terakhir : nggak kemana-mana, nongkrong
aja di bawah deket kolam yang aernya uda ijo banget nggak keurus, dan pacaran.
Hebatnya,
saking nggak tahunya, gua nggak paham kalo ternyata begitu gua keluar dari
halte ternyata langsung berhadapan dengan Museum Mandiri, tujuan utama gue.
Waoww. Gua terpana, nggak nyangka akan sedekat itu dengan tujuan akhir gua.
Masuklah
akhirnya gua ke dalem. Yang suasananya gelap, dan gelap dan suram.
Di dalemnya
sudah banyak stand berjejer memamerkan produk andalannya sendiri, ada yang
bergerak indie, ada perusahaan penerbitan yang memang sudah biasa malang
melintang di dunia komik indonesia, ada yang jualan tab drawing, dan ada juga
yang menyediakan kursus sketching di tempat.
Standnya
lumayan banyak, dan terutama hasil karya
anak-anak bangsa ini yang luar biasa menakjubkan dan mengagumkan. Oke, we know
it. Anak indonesia itu hebat-hebat dan keren, hanya memang nggak keurus, dan
nggak diperhatiin, nggak pernah dimandiin, disisirin, dikasi makan, apalagi
dikasi baju bagus. Jadilah mereka jalan sendiri, berusaha sendiri, untuk
dilihat, diperhatikan, dan membuat karyanya diakui. Atau yang banyak terjadi,
diambillah mereka yang berbakat ini oleh negara luar, terkenallah mereka di
luar sana, dan pemerintah kita hanya bisa ternganga. *okey, no offense, tapi
memang gua sering sekali menyalahkan pemerintah kalo ada keadaan nggak ngenakin
soal negeri ini. Huahaha*
Gua jalan, taking pics sana sini dengan sense of photography kelas balita. Puas mengitari sayap kiri, gua jelajahi stand sayap kanan, stand sebelah kanan bisa dibilang lebih sedikit dari yang kiri, mungkin karena ruangannya lebih luas, atau memang standnya sedikit, atau mungkin sebelumnya banyak,tapi udah pada tutup lapak duluan. Sampe di hampir stand terakhirlah gua terpana, dan tersihir sama stand ini. Yang jaga 2 mas-mas, gua bahkan nggak ngeh stand apa yang tengah mereka pamerin, apakah itu penerbitan komik? Atau games? Atau kelas menggambar, atau apaan. Yang jelas di meja mereka jualan beberapa barang, _nggak gua begitu inget, pokonya ada kaos bergambar, talenan yang atasnya dikasih gegambaran juga- macem gitulah.
pemandangan di Musem Mandiri hari itu
Gua liat di
atas meja ada satu buku sketchbook, yang nampaknya sudah pernah dicoreti,
karena bagian kavernya sudah agak keriting. Gua permisi sama mas-mas yang jaga
buat buka sketchbook itu dan liat isinya.
Mas yang
agak kecil badannya mengizinkan, dan ngasih gua kursi. Gua pun duduk dan mulai
membuka itu sketchbook.
*Srett* satu
halaman dibuka.
Gua
terhenyak. Eh. Terpana. Eh. Terpikat.
Di dalemnya
ada gambar.** ya ealaahhh ***
Bukan gitu,
maksut gua!! Di dalemnya jelas ada gambar, namanya juga sketchbook, kalo
dalemnya angka-angka, itu pasti buku soal matematika. Perkaranya adalah ;
Gambarnya
bagus banget!.
Okeh, gua
memang bukan orang yang berkompeten untuk menilai yang ini bagus, ato yang onoh
jelek, si anu animator berbakat, dan si anu nggak ada masa depan. Gua hanyalah
pengunjung, yang terkesima, karena melihat barang asli, hasil karya di depan
gua, yang disketsa langsung dengan pensil, ditebelin dengan bulpen 0.1 mili,
dan terkadang diwarnain lagi. Gambar-gambarnya superb. Tema utamanya sih jelas
karikatur. Orang ini genre komiknya lebih ke karikatur, dan gambar-gambarnya
berbicara banyak. satu buku sketchbook itu ternyata khatam seluruhnya dipenuhi
gambar karya orang yang sama. Tema karikaturnya macem-macem, mulai dari
Menpora, Kungfu panda, Lee Jae Sook, Batman, dan beberapa karikatur wajah yang
kemungkinan besar kenalan si kartunis karena gua nggak kenal.
here i show you those pics :
Menpora Indonesia with their moustache. they've really great string that attached them each other :)
Gua
penasaran abis sama yang bikin gambar-gambar kece ituh, gua tanya sama mas-mas
depan gua yang bikin siapa, orangnya yang mana; mas-mas yang tadi ngasih gua
kursi jawab, yang bikin gambar itu namanya Oscar, dan orangnya adalah dia
sendiri.
Oh.
Wait?
What?!.
Jadi mas-mas
imut berkacamata di depan gua inih yang ngegambar dengan begitu dahsyatnya?.
gua mulai
bertanya-tanya hal yang nggak penting, yang biasa gua ungkapin ke orang-orang
disekitar gua, kaya ; “mas koq
bisa ngegambar kaya gini sih??’” yang tentu saja akan membuat penjawab
kesulitan menjawab, atau dalam kebanyakan kasus membuat mereka jengkel dan
senewen sama gua sebagai penanya yang nggak penting,
Gua
mengobrol beberapa hal sama mas-mas di hadapan gua, mereka cerita kalo untuk
komunitas karikatur yang dia ikutin sering ngadain acara kumpul gitu. Masnya
nanya balik gua apa gua suka gambar juga?. Gua nyengir, dan nggak enak untuk
jawab karena berhadapan dengan orang keren macem gitu, sedangkan gua
mentok-mentok gambar muka cewek manga dengan mata nggak singkron kiri-kanan.
Obrolan
selesai, dengan gua ambil card name punya mereka.
Gua keluar
dengan hati riang gembira. Hanya satu hal yang gua sesalin; gua nggak berani
minta foto bareng sama mas-mas bernama Oscar ituh.
Hah!. Cemen
emang.
3. Hello, Kota Tua.
pemandangan yang terlihat pertama kali saat gua menginjakkan kaki di wilayah kota tua
Gua masih lanjut ngelilingin kota tua, dalam kondisi udah jam 3
lewat. Gua penasaran dengan museum Fatahillah. Gua jalan terus nemu museum Bank
Indonesia yang bediri mentereng gede banget sebelahan sama Museum Mandiri.
Bediri di pertigaan jalan gua bengong, yang manakah yang dimaksud dengan “Kota
Tua” itu? Mana Fatahillahnya?. Gua tanya ama abang gorengan bilangnya tuuuuhhh
sambil nunjuk lurus ke depan ke jalur semacam pejalan kaki yang ramai sama
manusia, tapi nggak keliatan ada macem bangunan museum lagi. Gua bingung, tapi
akhirnya nurut jalan kesana, berhimpitan dengan pengunjung lain, yang rata-rata
*atau semuanya*, datang bersama kawan atau pasangannya. Nggak kayak gua yang
udah dateng sendiri, pake sendal jepit swallow, dekil pula. Di jalur inih
ternyata ramai banget sama yang jualan, mulai dari baju-baju, gelang-gelang
eksotik favorit gua yang biasanya di jogja beli 10rebu dapet 3, yang jual es
potong *banyak banget*, sampe yang jual jasa baca garis tangan. Masih gua nggak
nemu itu museum Fatahillah. Gua makin tersesat ke dalam jalur ituh. Makin dalem
ternyata disana gua nemu sebuah lapangan
yang amat luas, dimana di lapangan luas itu, ada lebih banyak lagi manusia,
yang foto-foto, yang jajan, yang pacaran, yang gandengan tangan, yang pacaran,
dan yang pacaran. Gitu aja terus sampe kiamat.
Gua bengong,
ketika menatap bangunan dan terpampang namanya dengan latar Oranye; Museum
Kantor Pos, keudian gua terharu. Gua jalan kesana, berniat menemukan, apa
isinya.
Masuk ke
dalem, ada bapak penjaga pintu *kaya macem malaikat Malik ato Ridwan kali yah,
yang nanya sama gua apa gua mau liat pameran?, gua bengong. Emang ada pameran
apaan pak?” tanya gua, yang dengan segera mata ini melihat setumpuk flyer di
atas meja, gua liat keterangan disana “Pameran Toilet” dengan ilustrasi toilet disana.
Gua bingung, kenapa di Museum Kantor pos ada Pameran Jamban?, gua tanya bayar
berapa, dengan santai si bapak bilang 250 rebu.
Gua shock
seketika, Masya allahh... 250rebu buat liatin tempat e*k orang?.
Demi
menghindari ketauan gak punya duit dan ga ada tujuan, gua tanya si bapak,
dimana tempat mereka jual hal-hal yang berhubungan dengan Postcrossing semacam
kartu pos, perangko, ato mungkin laen-laennya.
Sejenak si
bapak seperti mendengar bahasa asing yang keluar dari mulut gua. Seakan dia
baru dengar kata-kata itu dari mulut gua. Gua ulangin lagi,
“Kartu pos
pak?”. Dia masih terlihat bingung.
“Kartu pos,
perangko, yang buat dikirim-kirim sama orang lain. Gua kebingungan menjelaskan.
Dan bapak itu masih tak mengerti.
Gua mengelus
dada. Entah apa yang terjadi sama bapak penjaga museum satu ini, yang membuat
dia bahkan nggak tahu apa itu perangko dan kartu pos. Entahlah. Gua akhirnya
menyerah dan permisi keluar dari hadapan si bapak sambil menahan tawa dan heran
dalam hati.
Keluar dari
sana, gua menatap bangunan besar yang tepat langsung berhadap-hadapan dengan
museum Kantor Pos indonesia ini. Barulah gua ngeh, itulah yang dimaksud dengan
museum Fatahillah. Itulah museum yang sering gua denger namanya di tipi-tipi
dan koran Kompas *karena gw bacanya Cuma Kompas doang*. Dengan bahagia, gua
berjalan riang ke arah sana. Tentu saja masih sendiri. Masuk ke bagian depan
gua agak bingung, karena banyak orang disana, tapi tak ada tanda macam pintu
masuk dan lainnya.
Akhirnya gua
mendapat fakta menyakitkan bahwa ternyata itu museum uda tutup, jam 3, itu
sebabnya pintunya nggak terbuka. Dengan hati sakit dan terluka gua Cuma
menjawab “Oh” sama bapak ituh.
Pulang dari
kota tua, gua merasa masih punya waktu. Gua berencana singgah dulu di
Citraland. Ngapainkah?.
Tentu saja
nongkrongin Graamedianya sambil bacain komik-komiknya sampe mas-mas dan
mbak-mbak penjaganya jengkel. Hueheheh.
Nongkrong
disana gua puasin kelaparan update manga series gua, mulai dari Detektif Conan,
Black Butler, dan Pandora Heart, sayang yang laennya nggak gua temuin, kaya
Perfect Girl Evolution (Yamato Nadeshiko Sichi Henge), Drops Of God (manga yang
bikin gua ngiler sama wine*, Bambino 2, Happy Marriage, ato GTO, yang gua
bingung uda gua ikutin sampe judul keberapa. Susahnya nemu sewaan komik di
daerah tempat kerja gua, bener-bener bikin galau. Emang si jaman gini mah
tinggal onlen dan baca di web-web free read manga online. Cuman gua bukan
penyuka alternatif itu. Dalam hal membaca, mau itu manga atau novel, gua lebih
konservatif, dan lebih menyukai barang aslinya yang bisa disentuh dan
dibolak-balik, dan tentu aja ga dibatesin kuota internet.
Akhirnya
setelah menjelajah, pulanglah gua jam setengah 7 malem, dengan badan capek,
ngantuk, dan perut laper, karena gua baru inget sedari pagi gua belum nyuap
apa-apa, dan baru ketemu sepotong melon di abang tukang rujak. Seakan belum
cukup kelelahan gua. Dalam angkot jurusan Rawa buaya, yang masih sepi, dan
artinya masi ngetem, ada kejadian mengerikan yang nggak pernah gua bayangkan
akan kejadian sama gua.
Di dalem
angkot uda ada satu mas-mas *apa bapak-bapak? Bertopi, dan bawa kresek. Gua
langsung duduk di spot favorit, deket pintu masuk. Ngelurusin kaki, dan ambil
hp, esemesan sama adek laki gua. Tu mas-mas nanya sama gua, angkot oranye ini
berakhir dimana? Sebagai orang baru, gua jawab aja gatau. Dia masih nanya lagi
ternyata. “ Jamberapa mbak?”. Gua jawab jam setengah 7. Dia nyahut “Ohh, udah
mau isya yah”. Demi kesopanan gua tersenyum mengiyakan. Lalu asyik kembali sama
hp. Itu mas-mas ternyata masih nanya juga,
Macem “Abis
kerja mbak?”. “Kenapa Sendiri??”. “Tinggal dimana mbak?”. “Kerja dimana mbak?”.
“Kerja dimana mbak?”. “Asli orang mana mbak?”. Beberapa pertanyaan di awal gua
masih jawab dengan baik. Aslinya gua bukan orang pemilih, dan bersahabat sama
siapa ajah. Cuma kadang gua terlalu naif,kalo kata temen gua, dan nggak bisa
ngebedain mana yang berniat temenan, mana ang niat ngebego-begoin,dan
enggak-enggak. Sebisa mungkin gua bersikap sopan sama tuh mas-mas, karena
pertama, gua orang baru disana, kedua, gua enggan kebawa hal mengerikan gegara
sikap nggak baik gua, dan ketiga dan yang paling utama. Gua takut. Tadinya gua
mau cabut aje dari sono, tapi ngebayangin kalo ternyata tu orang ngkutin gua
dan itu bakal lebih nyeremin, akhirnya gua masi diem aja disana, akhirnya
angkot jalan. Gua uda sibuk dengan handphone gua. Yang nggak gua tahu adalah
ternyata itu mas-mas masih belum menyerah. Dia mulai berani minta no hp gua.
Gua menolak dengan menggelengkan kepala. Lalu berpura-pura asik lagi maenan hp.
Ga berapa lama, itu orang geser posisi deket gua. Otomatis dong gua geser jauh
dari dia. Dan masih. Dia minta nomer gua. Omaygat WTF WTH omaygoddraggggonnn!!.
Dalam hati gw uda panik kepengen nangis, pengen jadi mumi aja kalo bisa. Ato
jadi Wiro Sableng 212 aja biar gua bisa kampak itu orang. Gua mulai degdegan
dan kepikiran untuk loncat dari angkot, kepikiran jangan jangan gua salah
ngobrol sama orang, atau jangan-jangan gua udah bikin ini mas-mas salah paham? atau
jangan-jangan gua memang lagi berhadapan dengan psikopat yang akan bawa gua ke
hal mengerikan. Sumpah gua deg-degan setengah mati.
Gua pengen
nangis juga nggak enak, salah bertingkah, dan khusnudzon sama orang, bisa-bisa
berujung itu mas-mas dibakar massa. Gua bingung menghadapi orang ituh. Gua
nolak lagi pas dia minta nomer hp gua. Orang-orang di angkot mulai nampak
curiga liat muka gua yang kengerian.
Nggak lama, setelah
rasa horror yang melebihi jurit malam, nongkrong di kuburan belanda bahkan
pabrik Gula di Jawa Tengah, akhirnya itu mas-mas mengerikan turun dari angkot.
Alhamdulillahirrobbil
alamiiiinn!!!
Leganya
nggak ketulungan. Lebih lega dari pas abis diomelin nasabah hard complain dan
ngomelin gua sambil ngegoblok-goblokin gua, sambil ngancem gua bakal dituntut
di pengadilan. Yang ini beneran terror jiwa.
Begitu itu
orang turun, mbak-mbak di depan gua langsung nanya gua,
“Kenapa
mbak”
Gua langsung
cerita aja sama mereka, takutnya gua sama itu orang.
Mereka
geleng-geleng kepala prihatin, dan mungkin nggak abis pikir sama gua. Dan
berpesan bilang gua hati-hati. Gua ngangguk-ngaggukin kepala setuju. Dan nggak
bisa ngomentarin apa-apa lagi, selain bersyukur dan membaca hamdallah
sebanyak-banyaknya saking leganya melihat itu mas-mas nyeremin telah pergi.
*Pelajaran
moral penting buat gua : jadi orang jangan terlalu naif*.
Well, then jadi itulah semacam kesimpulan
dari sehari libur gw yang menyenangkan, dan lil creepy at the end. Lol
0 komentar:
Posting Komentar
leave your footprint here ;)